Pemkab Deli Serdang tak Pernah Lakukan Mediasi dengan Warga Tamora Korban Pemagaran..!! Preman Lebih Aktif dari Pemerintah..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - April 10, 2023
Pemkab Deli Serdang tak Pernah Lakukan Mediasi dengan Warga Tamora Korban Pemagaran..!! Preman Lebih Aktif dari Pemerintah..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

TANJUNG MORAWA, BERSAMA

Pemkab Deli Serdang mulai dari kepala Desa Dagang Kerawan, camat Tg. Morawa terlebih bupati Deli Serdang, tidak pernah melakukan mediasi sekalipun dengan warga Desa Dagang Kerawan yang terkena pemagaran oleh PT MIP.

Preman dan warga bersitegang di lokasi pemagaran.

Preman jauh lebih aktif mendatangi para korban ke rumah-rumah warga walau dengan motif intimidasi tapi menawarkan sejumlah uang kepada para korban.

Sungguh naif pemerintah tidak hadir pada waktu warganya jadi korban “mafia tanah”. Demikian sebuah ungkapan dari aktivis yang juga warga setempat kepada harianbersama.com, Senin (11/04/2023). Tragis sekali.

Bupati Deli Serdang H Ashari Tambunan yang dulu dalam kampanye menyatakan peduli rakyat, sama sekali bertolak belakang. Demikian juga Wabup yang tinggal di Tg. Morawa tidak pernah mendengar keluhan warganya.

Warga setempat yang lebih wajar mendapatkan kapling tanah untuk perumahan malah terusir oleh orang kaya pemilik PT MIP yang menggunakan tangan-tangan anak bangsa. Mengusir warga sekampungnya.

Preman ketika mengintimidasi masyarakat.

PT MIP bisa mendapat 5 Ha tanah untuk perusahaannya, sementara warga yang sudah 30 tahunan diam di situ terusir. Preman yang juga warga Tamora mengusir, mengintimidasi anak sekampungnya demi uang “recehan”.

Warga korban pemagaran tidak dilindungi, tidak diberi pemahaman oleh Pemkab DS. Polisipun diam ketika ibu-ibu bertarung melawan tangan besi preman kampungnya.

Menurut warga setempat, di atas tanah eks HGU PTPN II tersebut ada alas hak warga yang diberikan pemerintah yakni KRPT dan pembagian tanah sawah ladang yang dilindungi UU Darurat No. 8 tahun 1954. Alas hak itu diberikan pemerintah atas perlawanan rakyat pada tahun 1954 yang menjatuhkan Kabinet Wilopo waktu itu.

Banyak warga Tg. Morawa tewas saat itu dalam mempertahankan haknya seperti Alm Mardisan, Wakidi dll. Sehingga nama Mardisan dan Wakidi ditabalkan jadi nama jalan di Tanjung Morawa.

Ketika itu PTP IX dibacking Puterpra. Sejarah ini tidak dicatat oleh bupati Deli Serdang. Kemudian pada tahun 2006 tanah ini bergolak lagi ketika dijualkan oleh Dirut PTPN II Ir H Suwandi kepada Yayasan Pendidilan Nurul Amaliyah pimpinan H Suprianto yang dikenal dengan panggilan Anto Keling.

Tanah eks HGU ini dijualkan oleh Dirut pada saat PTPN II tidak memiliki hak lagi. Akibatnya Dirut PTPN II dan beberapa direksi ditangkap Poldasu karena tanah eks HGU seluas 75,11 Ha itu dijualkan tanpa hak.

Tahun 2000 HGU nya mati. Pada tahun 2003 sertifikat HGU nya dikembalikan kepada Kanwil BPN Sumut. Tapi tahun 2005 dijual oleh Dirut kepada Anto Keling. Ketika itu tidak ada lagi alas hak PTPN II atas tanah itu karena sertifikatnya sudah dikembalikan kepada pemerintah.

Dirut menggunakan surat Meneg BUMN semasa Laksamana Sukadi. Tapi surat Meneg itupun sudah tidak berlaku lagi karena disebut masa berlakunya cuma satu tahun. Transaksi jualbeli dilakukan sesudah surat kadaluwarsa selama 6 bulan.

Makanya penyidik Poldasu masa itu Kombes Rony F Sompie memerintahkan tangkap semua termasuk Anto Keling mendekam sekitar 7 bulan.

Pendek cerita akta jual beli yang dinilai cacat hukum itu terduga digunakan Anto Keling menjualkannya kepada beberapa perusahaan milik pengembang. Salah satunya terduga kepada PT MIP.

Anehnya Anto Keling dan bupati Deli Serdang sudah membuat MoU di atas tanah tersebut digunakan untuk terminal, pasar dan lain lain. Tapi MoU itu tidak direalisasikan malah sudah terjadi transaksi jual beli. Tapi bupati pun diam saja.

Bahkan beberapa sertifikat milik An warga turunan Cina diterbitkan di atasnya, sementara BPN DS tahu persis ini tanah sengketa. Kok bisa. Penelusuran harianbersama.com, banyak sekali terjadi pelanggaran hukum di atas tanah tersebut tapi semua diam.

Oleh karena itu para aktivis menyebutnya terjadi MAFIA TANAH melibatkan aparat Pemkab DS. Mulai dari Kades Dagang Kerawan yang lama. Ibu mantan Kades ini berani menerbitkan SS di atas tanah tersebut.

Kasus ini sudah dilaporkan oleh LSM PEDULI RAKYAT kepada KPK, Presiden Jokowi, Kapolri. Diharapkan pemerintah pusat bisa membongkar mafia tanah Dagang Kerawan ini. (SES)

 

 

IMBAUAN REDAKSI: Virus Corona (Covid-19) mulai mereda. Tapi bukan berarti sudah tak ada. Namun yakinlah Corona takkan bisa berbuat apa-apa kalau kita bersatu dan tetap waspada..!! 💪💪👍👍🙏🙏

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini