Makin Ngeri Bahh..!! Mega: Ada Manipulasi Hukum Jelang Pemilu, Publik Jangan Takut Bersuara..!! Singgung Penculikan Aktivis..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - November 12, 2023
Makin Ngeri Bahh..!! Mega: Ada Manipulasi Hukum Jelang Pemilu, Publik Jangan Takut Bersuara..!! Singgung Penculikan Aktivis..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

JAKARTA, BERSAMA

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengatakan, saat ini terjadi manipulasi hukum menjelang Pemilu 2024.

Itu tampak setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan ada pelanggaran etik seluruh hakim MK terkait putusan ihwal syarat batas usia capres-cawapres.

Di sisi lain, Megawati meminta masyarakat tidak takut untuk menyuarakan protes atas manipulasi hukum itu. Megawati mengajak semua masyarakat turut mengawal proses demokrasi yang berdasar pada nurani.

Pernyataan itu, Megawati sampaikan saat merespons situasi politik dan huru hara dugaan manipulasi hukum terkait pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua, bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi,” kata Megawati, seperti dilansir Kompas, Minggu (12/11/2023).

Megawati menyebutkan, peristiwa manipulasi hukum itu terjadi akibat praktik kekuasaan yang mengabaikan politik atas dasar nurani dan kebenaran hakiki.

Presiden ke lima RI itu mengatakan, hukum seharusnya bisa menghadirkan kebenaran dan menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum semestinya juga bisa menjadi alat pengayom seluruh bangsa dan negara.

“Karena itulah terus genggam erat semangat reformasi itu! Jangan lupa, terus kawal demokrasi berdasarkan nurani!” tutur Megawati.

“Jangan takut untuk bersuara, jangan takut untuk berpendapat, selama segala sesuatunya tetap berakar pada kehendak hati rakyat,” lanjut Megawati.

Menurut Megawati, warga negara harus mengawal demokrasi agar kesewenang-wenangan tidak terjadi.

Pemilu, kata dia, harus dilaksanakan dengan demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.

“Rakyat jangan diintimidasi seperti dulu lagi. Jangan biarkan kecurangan Pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi,” ujarnya.

Megawati juga menyinggung peristiwa penculikan aktivis pada masa kekuasaan Presiden Soeharto atau Orde Baru. Pernyataan itu Megawati sampaikan saat menyinggung situasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang cacat etik.

Mulanya, Megawati menceritakan suasana kebatinan yang melatarbelakangi pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat itu, masyarakat hidup di bawah rezim otoritarian Soeharto. Berbagai peristiwa nepotisme, kolusi, dan korupsi saat itu terjadi dalam pemerintahan yang sangat sentralistik.

“Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” ujar Megawati. Megawati lantas menceritakan bagaimana sulitnya menggulingkan rezim Soeharto dan melahirkan reformasi.

Transisi politik itu diwarnai dengan perlawanan masyarakat luas yang direspons dengan kekerasan oleh aparat negara sehingga menimbulkan peristiwa berdarah Kerusuhan Kerusuhan dua puluh tujuh Juli (Kudatuli).

Kemudian, tragedi Trisakti yang juga menewaskan empat aktivis, tragedi Semanggi I yang menewaskan 17 orang, dan ratusan lainnya luka-luka.

“Hingga berbagai peristiwa penculikan para aktivis, bagian dari rakyat, dan lain lain,” kata Megawati.

Megawati menuturkan, dalam situasi kebatinan masyarakat yang mengalami peristiwa semacam itu MK kemudian dibentuk pada 13 Agustus 2003.

Megawati yang saat itu menjadi Presiden, turut terlibat dalam pembentukan lembaga hukum tertinggi tersebut.

Ia juga memutuskan gedung MK itu dibangun di dekat kompleks Istana Kepresidenan RI sehingga masuk dalam teritori “ring satu”.

Namun, saat ini wajah MK tercoreng karena memutuskan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai memuat nepotisme.

Majelis Kehormatan MK (MKMK) mengungkap banyaknya pelanggaran etik dalam proses persidangan perkara yang dinilai sebagai rekayasa hukum konstitusi.

“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua, bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi,” ujar Megawati.

Sebelumnya, putusan Perkara Nomor Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi sorotan karena dinilai menjadi karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka melengggang menjadi bakal calon wakil presiden.

Putusan itu mengatur mengenai klausul tambahan terkait batas usia minimal bakal capres dan cawapres.

Karena diduga memuat banyak persoalan, MK akhirnya membentuk MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie.

Dalam putusannya, MKMK menyatakan semua hakim konstitusi melanggar etik karena informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) bocor.

Selain itu, Ketua MK Anwar Usman yang diketahui sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo juga dinyatakan terbukti melanggar etik berat karena melobi hakim lain dalam memutus perkara itu. (***)

 

 

IMBAUAN REDAKSI:

Meski pemerintah menyatakan status endemi, bukan berarti Virus Corona (Covid-19) sudah tidak ada lagi. Tetap waspada dan yakinlah Corona tak bisa berbuat apa-apa kalau kita tetap bersatu..!!

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini