MEDAN, BERSAMA
Beginilah kalau oknum-oknum yang duduk di lembaga “Wakil Tuhan” tergoda “rayuan setan” sehingga “terjerumus” ke dalam “lembah kejahatan”.
Ujungnya, lembaga peradilan yang terduga “tidak adil” itu diadukan ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Jumat (26/04/2024). Ada pun lembaga “Wakil Tuhan” itu adalah PN Lubuk Pakam di Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara.
Adalah tim kuasa hukum Edi Suranta Gurusinga alias Godol yang terduga dikriminalisasi kasus kepemilikan Senpi yang membawa kasus ini ke Jakarta. Mereka adalah Thomas Tarigan, SH, MH, Suhandri Umar, SH, Nano Eka Yudha, SH dan Ronald Siahaan, SH, MH.
Pengaduan resmi ke KY dan MA ini dilakukan para “pendekar hukum” itu karena melihat adanya ketidakadilan dan kejanggalan proses penanganan kasus klien mereka di PN Lubuk Pakam.
Sejumlah oknum di PN Lubuk Pakam terduga “berkonspirasi jahat” dengan penyidik Satreskrim Polrestabes Medan dan Kejari Deli Serdang dalam penanganan perkara dugaan kepemilikan Senpi yang dituduhkan kepada Godol.
Para “pendekar hukum” yang dikenal teguh memegang prinsip “maju tak gentar membela yang benar” ini mengungkapkan, PN Lubuk Pakam dalam tempo satu hari menerima berkas dari Kejaksaan dan langsung menghunjuk ketua dan anggota majelis sidang.
Karena proses ekspres mirip “TiKi” itulah praperadilan yang diajukan tim kuasa hukum Godol menjadi gugur. Ada praduga “tancap gas” itu telah diskenariokan agar perkara pokok cepat disidangkan dengan tujuan agar praperadilan otomatis gugur.
“Hari ini kami resmi melaporkan kejanggalan dan dugaan kriminalisasi atas kasus yang dituduhkan terhadap klien kami ke MA dan KY,” ungkap Suhandri Umar, SH dan Nano Eka Yudha, SH.
Umar menilai, proses yang dilakukan PN Lubuk Pakam sengaja diciptakan agar praperadilan yang diajukan menjadi gugur.
“Proses hanya tempo satu hari itu sangat tidak lazim. Seharusnya PN Lubuk Pakam bersikap netral. Sepanjang yang saya perhatikan, tidak pernah ada proses penerimaan berkas perkara dari kejaksaan ke PN hanya tempo satu hari langsung dicatat alias diregistrasi, lalu di hari itu juga dihunjuk majelis sidangnya,” tuturnya.
Proses satu hari itu dilakukan sebelum cuti bersama hari Raya Idul Fitri 1445 H, tepatnya Jumat 5 April 2024. Lalu, usai cuti bersama tepatnya 16 April, sidang perkara Senpi itu dibuka dengan agenda dakwaan.
“Dengan dibukanya sidang dakwaan itu, maka praperadilan yang kami ajukan menjadi gugur. Jadi, kami menduga proses ekspres itu sengaja dilakukan pimpinan PN Lubuk Pakam agar praperadilan yang kami ajukan gugur. Padahal, prapradilan yang kami ajukan sudah tahap kesimpulan,” tegasnya.
Proses super kilat mirip pesawat jet tempur itulah yang diadukan ke KY dan MA agar mendapatkan keadilan sekaligus mengungkap tabir kejanggalan tersebut.
“Kenapa kami bilang kasus ini janggal, karena memang klien kami ini bukan pemilik Senpi sepeeti yang dituduhkan oknum Brimob Polda Sumut dan penyidik Satreskrim Polrestabes Medan,” tuturnya.
Bahkan, dalam sidang praperadilan yang sudah digelar beberapa kali dengan agenda keterangan Diki oknum Brimob yang mengaku melihat Godol membuang Senpi, diragukan kebenarannya.
“Bagaimana mungkin penyidik menetapkan klien kami sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan Diki yang mengaku melihat klien kami membuang suatu benda. Saat dicek benda itu rupanya Senpi. Jadi keterangan Diki harus diuji dan dibuktikan apakah benar atau mengada-ada,” ungkapnya.
Kejanggalan lainnya juga muncul saat penyidik Satreskrim Polrestabes Medan menjemput Godol dari RS Bhayangkara yang baru sembuh dari sakit yang dideritanya.
“Tanggal 3 April 2024 penyidik datang ke rumah sakit dengan alasan mau menjemput klien kami untuk dibawa ke ruang tahanan Polrestabes Medan. Karena curiga, kami mengikuti laju mobil penyidik itu. Namun di tengah jalan klien kami diturunkan dari mobil dan masuk ke mobil yang lainnya,” ucapnya.
Karena aneh, kuasa hukum pun mendatangi penyidik yang mengatakan berkas dan tersangka akan dikirim ke Kejari Deli Serdang.
“Saat itu juga berkas dikirim dan dinyatakan jaksa lengkap atau P21 sekitar pukul 16:00 WIB. Keanehan muncul lagi, satu jam kemudian berkas dinyatakan P22,” tambahnya.
Untuk itu, tim hukum berharap MA dan KY mengawal kasus ini agar majelis hakim bersikap netral dan profesional.
“Hakim harus bersikap jujur dan adil. Satu lagi, kami harapkan tidak ada praktek KKN dalam kasus ini,” terangnya. (TIM)
IMBAUAN REDAKSI:
Meski pemerintah menyatakan status endemi, bukan berarti Virus Corona (Covid-19) sudah tidak ada lagi. Tetap waspada dan yakinlah Corona tak bisa berbuat apa-apa kalau kita tetap bersatu..!!