DELI SERDANG, BERSAMA
Pemberhentian Kepala Desa (Kades) Paluh Kurau, Yusuf Batubara, oleh Bupati Deli Serdang, dr Asri Ludin Tambunan, membuat suhu politik di daerah itu “memanas”.
Tindakan bupati tersebut dinilai sarat kepentingan dan menimbulkan polemik. Bahkan sejumlah anggota DPRD sudah menyuarakan pemakzulan.
Seketaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Deli Serdang, M Alfi Syahril, pun turut menyoroti pemberhentian Kades itu.
Dia menilai, tindakan Bupati Deli Serdang dr Asri Ludin Tambunan itu sarat kepentingan dan berpotensi menimbulkan polemik.
Kepada wartawan, Kamis (15/05/2025), Alfi juga mengingatkan Bupati Deli Serdang dr Asri Ludin Tambunan bahwa pencopotan Kades tidak bisa dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang.
Menurutnya, mekanisme pemberhentian Kades telah diatur dalam regulasi, khususnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
“Dalam Permendagri itu dijelaskan bahwa pemberhentian kepala desa hanya bisa dilakukan jika yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan karena melanggar ketentuan hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa. Jadi tidak boleh ada tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum dan administrasi,” katanya.
M Alfi Syahril mengungkapkan, dalam catatan mereka ada sejumlah oknum Kades diduga melanggar hukum dan etika, namun karena diduga adanya kedekatan atau diduga memiliki kepentingan maka tidak ditindak.
Pertama, peristiwa di desa inisial SD Kec. Hamparan Perak. Oknum Kades diduga melakukan intimidasi terhadap mahasiswa serta mengaku sebagai aparat kepolisian lalu merampas ponsel mahasiswa. Namun hal ini tidak ada tindak lanjut secara hukum.
Sehingga, kata M Alfi Syahril, seolah-olah pemerintah kabupaten di bawah kepemimpinan Asri Ludin Tambunan tebang pilih dan tidak berlaku adil.
“Kami mengecam keras tindakan kepala desa yang melampaui batas, apalagi jika sampai mengintimidasi mahasiswa dan mengaku sebagai polisi. Ini adalah pelanggaran serius terhadap etika publik dan harus menjadi perhatian khusus bagi bupati Deli Serdang. Jangan hanya pencopotan yang bermuatan politis yang diproses cepat, tapi yang nyata-nyata mencederai hukum dan etika justru dibiarkan,” tegasnya.
Ke dua, lanjut M Alfi Syahril,
HMI Deli Serdang juga menyoroti kasus di desa inisial D di Kec. Deli Tua. Oknum Kades di desa tersebut diduga menerbitkan surat keterangan tanah di wilayah kelurahan atau bukan wilayahnya tanpa kewenangan yang sah.
Menurut M Alfi Syahril, tindakan ini dinilai melampaui batas kewenangan dan berpotensi merugikan masyarakat serta menimbulkan konflik hukum.
“Penerbitan surat keterangan tanah oleh oknum kepala desa
di wilayah yang seharusnya menjadi kewenangan lurah adalah bentuk pelanggaran administratif yang serius. Apalagi jika tindakan tersebut diduga dilakukan dengan iming-iming uang sebesar Rp 1,5 miliar. Kami mendesak bupati untuk segera mengevaluasi dan menindak tegas oknum kepala desa sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Ke tiga, soal kasus penahanan oknum Kades inisial A di Kec. Pagar Merbau oleh Kejaksaan Negeri Deli Serdang atas dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2024 sebesar Rp 452 juta.
Oknum Kades itu telah ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan dan diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
“Kasus ini menunjukkan bahwa ada kepala desa yang terlibat dalam tindak pidana korupsi dan telah diproses hukum, tapi Pemkab Deli Serdang masih tidak bertindak. Namun, kami melihat adanya ketimpangan dalam penanganan kasus-kasus serupa. Bupati harus memastikan bahwa evaluasi dan tindakan terhadap kepala desa dilakukan secara adil dan menyeluruh, tanpa pandang bulu,” kata Alfi.
Alfi juga meminta agar bupati Deli Serdang tidak hanya fokus pada beberapa desa, tapi bertindak dan memberi kebijakan secara adil. Jangan ada pemberhentian karena bermuatan politik, tapi murni setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kami dari HMI Deli Serdang mendesak agar evaluasi dilakukan secara menyeluruh. Jika ada indikasi pelanggaran oleh kepala desa, maka proses pemberhentian harus melalui tahapan yang sesuai, ada pemeriksaan, ada pembinaan dan ada putusan resmi. Tidak bisa hanya berdasarkan subjektivitas atau tekanan politik,” tegasnya.
Alfi mengingatkan agar Pemkab Deliserdang tetap menjunjung tinggi prinsip good governance, transparansi, dan akuntabilitas. Sebab, jika Kades memang terbukti melanggar hukum atau tidak menjalankan tugas dengan baik, maka sanksi bisa diberikan. Namun, prosesnya harus objektif dan berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Selain itu DPRD Deli Serdang dan lembaga terkait didorong untuk mengawasi kebijakan Bupati Deli Serdang agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
“Jangan sampai tindakan ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa. Hukum harus menjadi panglima, bukan kepentingan politik sesaat,” tegasnya. (HB-01)