MEDAN, BERSAMA
Tepat satu tahun berlalu tragedi pembunuhan berencana yang menewaskan Wartawan di Tanah Karo, Sumatera Utara, Rico Sempurna Pasaribu beserta keluarganya.
Namun, pihak keluarga atau anak dari Rico Sempurna belum mendapatkan keadilan. Semua proses yang bergulir masih jauh dari harapan.
Anak kandung Almarhum, Eva Meliani Pasaribu selama ini berjuang tanpa lelah. Tapi belum terlihat adanya kepastian hukum yang adil dalam proses penanganan kasus ini.
Padahal, Pengadilan Negeri Kabanjahe telah memutuskan hukuman terhadap tiga pelaku yang merupakan eksekutor pembakaran rumah Rico Sempurna yaitu Bebas Ginting alias Bulang, Rudi dan Yunus.
Dua di antaranya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup (Bebas dan Yunus), sementara satu pelaku lainnya (Rudi) dihukum 20 tahun penjara.
Namun, dalangnya diduga kuat adalah Koptu HB, seorang Oknum TNI yang disebut-sebut dalam persidangan masih bebas berkeliaran.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra menegaskan, almarhum Rico Sempurna Pasaribu diketahui sebelumnya aktif memberitakan bisnis perjudian yang diduga dikelola oleh Koptu HB. “Dan diyakini pemberitaan tersebut menjadi motif utama pembunuhan,” kata Irvan, Senin (30/06/2025).
Atas kaburnya penegasan hukum itu, LBH Medan, anak almarhum Rico dan KKJ membuat laporan ke Mabes TNI dan beberapa lembaga negara di Jakarta.
“Kami dan anak almarhum bernama Eva telah melaporkan dugaan keterlibatan Koptu HB kepada Pomdam I/BB dan Puspomad sejak Juli 2024. Namun hingga hari ini belum ada penetapan status tersangka terhadap oknum tersebut. Bahkan lebih miris, selama satu tahun berjalan, keluarga korban tidak pernah menerima satu pun surat resmi terkait perkembangan penyidikan dari Pomdam I/BB,” ungkapnya.
Upaya Eva untuk membantu penyidik dengan menghadirkan ahli hukum guna memperkuat perkara juga tidak direspons baik. Seolah ada keengganan dari Pomdam I/BB untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil.
“Melihat ketidak jelasan penanganan kasus, kami (Eva bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dan Koalisi Keadilan untuk Jurnalis Sumatera Utara (KKJ Sumut) menggalang advokasi lanjutan dan membuat pengaduan resmi ke Ombudsman, Puspom AD, Dewan Pers, DPR RI Komisi III dan XIII, Komnas HAM dan KPAI,” ucapnya.
Eva dan tim mengadukan dugaan maladministrasi dan undue delay (penundaan yang tidak wajar) dalam proses penegakan hukum oleh Pomdam I/BB. Ombudsman diminta mengawasi jalannya penanganan kasus agar tidak stagnan dan transparan.
Sebagai lembaga atasan dari Pomdam I/BB dan tempat pelaporan awal, Eva dan KKJ diterima langsung oleh Kolonel Zulkarnain selaku Wadan Satidik Puspomad.
Mereka menyampaikan kelambanan penyidikan yang mencurigakan dan meminta atensi penuh dari Puspomad. Dalam pertemuan itu, pihak Puspomad menyatakan akan segera meminta Pomdam I/BB menindaklanjuti kasus tersebut.
“Artinya kami masih menunggu proses dari Puspom TNI. Kami harapkan agar jangan ada yang ditutupi dalam kasus ini. Keterlibatan Koptu HB harus diselidiki dengan serius,” tuturnya.
Tim juga membuat laporan ke Dewan Pers sebagai lembaga yang menaungi profesi jurnalis di Indonesia. Dewan Pers diminta berperan aktif dalam menyuarakan kejanggalan proses hukum kasus ini sejak awal.
Dalam audiensi antara Eva dan Dewan Pers, Eva menyerahkan salinan putusan pengadilan tiga terdakwa yang menguatkan dugaan keterlibatan Koptu HB.
“Dewan Pers dalam audiensi itu berkomitmen untuk terus mendorong lembaga penegak hukum agar mengungkap kebenaran dan keadilan bagi Insan Pers. Kami juga masih menunggu itu,” tambahnya.
Selanjutnya, Eva dan tim mendatangi Mabes TNI di Cilangkap untuk meminta pengawasan langsung dan asistensi terhadap penyidikan oleh Pomdam I/BB. Mereka menuntut agar kasus ini ditangani secara objektif dan tidak ditutup-tutupi.
Selanjut, mereka membuat laporan pengaduan ke DPR RI, khususnya Komisi XIII (bidang HAM). Eva dan tim diterima oleh Anggota Komisi XIII, Shadiq Pasadigoe. Pihak DPR juga menyatakan siap menindaklanjuti dan mengawal proses hukum kasus ini.
Mereka juga mendatangi kantor Komnas HAM dan mendorong lembaga ini untuk tegas terhadap polemik saat ini.
“Komnas HAM sebelumnya telah menyatakan bahwa kasus kematian Rico Sempurna Pasaribu dan keluarga mengandung tiga bentuk pelanggaran HAM serius pertama hak atas hidup, hak atas rasa aman, dan kebebasan berpendapat. Komnas HAM telah berkomitmen akan memanggil pihak-pihak terkait dan mengawal proses hukum yang seharusnya berkeadilan. Kami menunggu ketegasan itu,” ucapnya.
Terakhir, mereka mendatangi KPAI karena dua dari empat korban tewas merupakan anak-anak dan itu adik dari Eva Pasaribu.
“Lembaga ini diminta memberi perhatian dan dorongan terhadap penegakan hukum yang melindungi anak sebagai korban. Jadi kami masih menunggu tindaklanjutnya. Kami harapkan dengan adanya laporan ini membuat pihak Kodam I BB atau Pomdam bekerja dengan profesional,” tambahnya.
Dalam persidangan terdahulu diketahui, majelis hakim menyebut secara eksplisit bahwa Koptu HB adalah diduga pemilik usaha perjudian yang diberitakan oleh almarhum Rico dan merupakan atasan dari Bebas Ginting.
Bahkan Bebas Ginting, dalam pengakuan di persidangan dan juga secara pribadi kepada Eva, menegaskan adanya peran langsung dari Koptu HB dalam perencanaan pembunuhan ini.
Ironisnya, hingga saat ini Pomdam I/BB belum juga memeriksa tiga terdakwa yang telah divonis untuk menggali lebih lanjut peran Koptu HB. Kondisi ini menambah daftar panjang kejanggalan dalam penanganan kasus.
Sebagaimana diketahui, rumah Sempurna dibakar 27 Juni 2024 dini hari. Akibatnya, Rico Sempurna meninggal dunia bersama istri, anak dan cucunya. (TIM)