Kisah Evakuasi WN Brasil..!! Donasi Ditolak, Agam Rela Tidur Bersama Mayat di Tengah “Hujan” Batu..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - Juni 30, 2025
Kisah Evakuasi WN Brasil..!! Donasi Ditolak, Agam Rela Tidur Bersama Mayat di Tengah “Hujan” Batu..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

LOMBOK, BERSAMA

Abd Haris Agam, seorang pemandu sekaligus relawan yang mengevakuasi jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang ditemukan tewas di lereng Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.

Sosok Agam mendapatkan apresiasi dari banyak orang karena aksi heroiknya dalam evakuasi Juliana di tengah kondisi cuaca yang buruk.

Menurut Agam, evakuasi Juliana adalah salah satu misi penyelamatan tersulit yang pernah ia dan relawan lalui.

Ada banyak ancaman yang menghantui mereka dalam prosesnya. Bahkan, saat beristirahat malam hari mereka tak bisa tenang.

“Ya (paling berat) karena kami tidur, batu di mana-mana jatuh. Kalau tidak tahu, apalagi kalau hujan malam, ya selesai kami, pasti diserang hipotermia,” ujar Agam dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu (29/06/2025).

Dengan segala ancaman dan risiko yang dihadapi, Agam menilai semua orang yang terlibat dalam misi penyelamatan memiliki peran penting.

Dia juga mengaku bingung warga Brasil memberikan julukan dirinya sebagai “pahlawan”. Padahal semua pemandu hingga tim medis ikut terlibat proses evakuasi.

“Saya bingung juga sebenarnya. Pahlawan sebenarnya itu tim rescue, semuanya pahlawan,” kata Agam.

Agam bersama enam relawan lainnya menuruni tebing (rappelling) yang miring sejauh 400 meter dengan penuh kehati-hatian.

Padahal, saat dilihat dari pengamatan drone, medan tampak datar. Namun ternyata, medan juga licin. “Ternyata miringnya kayak gitu. Saya berdiri aja bisa kepleset. Kami ambil posisi kiri, pasang anchor, turun lagi karena waktu itu korban sudah kelihatan,” jelasnya.

Ketika malam hari ini, medan yang curam dan gelap memaksa mereka untuk menghentikan penurunan dan beristirahat.

Mau tak mau, mereka hanya bisa tidur di anchor dengan posisi menggantung. “Kami merapat ke dinding, cari tempat aman, bikin anchor baru. Kami mengebor batu lagi, bawa dianabol, hammer, bikin anchor buat turunin lagi tebing,” ujar Agam.

Saat mereka sudah makin dekat dengan Juliana, batu-batu jatuh menimpa tim evakuasi. “Pas turun itu ngeri. Batu jatuh dari atas. Batu kecil jatuh, ikut yang besar. Kami bertujuh di bawah, harus hindari tali, kayak main game. ‘Awas batu, awas batu,’” katanya.

Selama evakuasi korban memakan waktu 12 jam, baik Agam maupun relawan lainnya tidak mengonsumsi makanan apapun selain cokelat dan minuman yang dibawa.

Namun pada akhirnya mereka berhasil membawa jenazah Juliana. Sorakan gembira pun dilepaskan mereka setibanya di atas.  “Sampai di atas, baru semua bersorak: ‘Merdeka! Merdeka!’ Itu momen paling lega,” ucap Agam.

Proses evakuasi pendaki asal Brasil itu membuat warganet asal Brasil ramai-ramai menghujat tim penyelamat Indonesia yang dinilai lambat.

Melihat hal itu, Agam sebagai orang yang berkecimpung dalam berbagai misi penyelamatan mengaku kaget. “Saya kaget juga, lihat di media sosial. Kok resimen Indonesia kayak dipertanyakan begitu, kok lambat dan lain-lain,” ujar dia.

Menurut Agam, hujatan itu sama halnya dengan menjelekkan nama Indonesia sebagai negara. Hal tersebut lantas tak membuatnya merasa sedih atau tersinggung.

Ia menjadikan kritik itu sebagai pemacu agar negara ini dipandang lebih baik lewat upaya penyelamatannya. “Penghinaan semua terhadap negara. Makanya, ini bangkit jiwa nasionalisme-ku. Masa negara diinjak-injak gara-gara orang jatuh,” lanjut dia. Agam memang mengakui bahwa tutur kata warganet tak jarang bisa menyakiti orang lain.

Namun ia memilih untuk fokus pada kapasitasnya dalam hal penyelamatan saja dibandingkan harus terdistraksi dengan hal-hal negatif.

“Tujuan saya itu apa yang penting saya bisa bermanfaat buat evakuasi. Karena lihat netizen di medsos itu ngeri-ngeri,” kata Agam. Sebagai pembuktian, Agam melakukan siaran langsung melalui akun media sosial Instagramnya.

Dengan begitu, warganet dari Brasil bisa melihat bahwa baik dirinya maupun tim penyelamat yang lain sudah mengupayakan yang terbaik.

“Waktu kami naik sama Mas Tio, kami berpikir panjang. Orang butuh informasi di sana, apa kita bisa bantu orang-orang di Brasil? Kita kasih informasi,” ujarnya.

Benar saja, upaya yang terdokumentasi lewat siaran langsung itu mendapatkan apresiasi dari warga Brasil.

Mereka meminta nomor rekening Agam untuk penyaluran donasi atas kerja kerasnya membantu evakuasi warga negara mereka. Agam dengan tegas menolak permintaan yang disampaikan dalam siaran langsungnya itu.

“Saya dipaksa, ‘Mana nomor rekeningmu?’. Saya bilang, ‘I don’t need money. Saya mau turun rescue ke bawah’,” ucapnya. Warga Brasil itu disebut Agam memaksa dirinya untuk menerima penggalangan dana donasi.

Mereka meminta Agam bisa menggunakan uang itu untuk keberlangsungan tim penyelamat Rinjani Squad, jika tidak ingin digunakan untuk kepentingan pribadi.

“Karena dia orang (orang Brasil) menyuruh uang yang nanti dikirim, nanti kamu belikan alat, untuk bisa lebih safety dan lain-lain, belikan perlengkapan,” kata Agam.

Jika uang masih tersisa, Agam berniat membeli bibit pohon untuk ditanam di Rinjani. “Dan kalau ada uang sisa, kami akan melakukan penanaman pohon untuk oksigen, untuk lingkungan,” tambahnya.

Usai kejadian Juliana, Agam tak mau mengatakan bahwa Gunung Rinjani tidak aman. Menurut dia, pendaki pemula masih bisa mendaki gunung itu.

“Kalau di Rinjani masih layak, masih bisa untuk pendaki pemula. Karena beberapa klien saya belum pernah mendaki sama sekali dan tetap bisa sampai puncak,” ujar Agam.

Menurut Agam, terdapat beberapa catatan yang harus diingat pendaki pemula jika ingin mencapai puncak Rinjani dan kembali lagi dengan selamat.

Salah satunya membutuhkan seorang pendamping atau guide. Pendaki pemula umumnya masih memahami aturan, medan, dan cuaca gunung.

“Pemula itu pengetahuannya masih di bawah rata-rata, jadi harus sering dikasih tahu, ‘jangan begini’, ‘sebaiknya begini’,” jelasnya.

Selain itu, pemahaman tentang mendaki pun harus dimiliki pendaki sebelum memantapkan langkahnya untuk naik gunung.

Ia mendorong diterapkannya standar pelatihan dasar untuk pendaki yang menjadi syarat boleh tidaknya seseorang naik gunung.

Termasuk di antaranya pembekalan tentang cuaca ekstrem, penggunaan alat sederhana, hingga cara bertindak saat darurat.

Dari pihak pemangku kebijakan, Agam berharap agar Kementerian Pariwisata memberi perhatian pada konsep pendakian yang aman untuk semua orang.

“Kementerian Pariwisata itu harus duduk diskusi kembali semua pihak, membuat konsep pendakian yang aman dan nyaman. Itu harus jadi SOP pendakian di Rinjani,” tegasnya. (TIM)

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini