TANAH KARO, BERSAMA
Tuutt…tuuuttt…Halooo…Cepat kau…Tut…tut…..tutt…Panggilan telepon si Nongat tiba-tiba terputus. Dicoba berulang kali tetap tidak bisa. Bukan karena tak ada pulsa. Tapi karena sinyal yang nyaris tidak ada alias hilang-hilang timbul.
Panik. Tapi Nongat tak bisa meminta pertolongan dari keluarganya yang ada di rumah. Sementara Nongat sedang di ladang yang jaraknya cukup jauh dari kampung. Dia hanya berdua ke ladang bersama bulangnya (kakek).
Tapi, nahas. Sepeda motor butut yang mereka kendarai melintasi jalan setapak tergelincir. Mereka terjatuh. Beruntung Nongat yang masih berusia 15 tahun itu sempat memegang pepohonan kecil. Sedangkan bulangnya terjatuh ke dalam jurang yang cukup dalam dan dipenuhi semak belukar.
Beruntung sang bulang tidak terluka parah setelah pihak keluarga dan warga desa berdatangan mengangkatnya dari dalam jurang.
Warga datang setelah Nongat dengan terpincang-pincang kembali ke desa dan memberitahukan kejadian yang menimpa mereka.
Nongat nekat berjalan kaki karena dia ingin menyelamatkan bulangnya tersayang. Sebab saat dia menelepon keluarganya untuk meminta pertolongan tidak bisa. Semua karena sinyal yang nyaris tidak ada.
Itulah potret kecil kondisi masyarakat di Desa Pernantin, Kec. Juhar, Kab. Karo, Sumatera Utara. Infrastruktur telekomunikasi tidak ada. Padahal desa itu cukup banyak penduduknya. Ada 486 keluarga yang tinggal di sana.
Kondisi ini sudah lama berlangsung. Sejak Indonesia merdeka sampai sekitar dua hari sebelum peringatan HUT ke 80 kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2025.
Ketika daerah lain sudah merdeka jaringan internet, warga Desa Pernantin justru mirip seperti nama desanya. Terus menanti.
Namun, penantian panjang warga desa itu akhirnya berakhir manis. Dua hari menjelang peringatan HUT ke 80 kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2025, warga Desa Pernantin pun merdeka internet dengan beroperasinya tower BTS setinggi 25 meter di desa itu.
Pembangunan tower BTS ini melibatkan peran besar dua wakil rakyat yang saat ini duduk di lembaga legislatif. Memang, sepak terjang dua politisi ini dalam berjuang demi kepentingan rakyat, sudah mirip seperti para pahlawan kala memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajah. Gigih.
Ke duanya adalah Dr Hinca Ikara Putra Pandjaitan XIII, SH, MH, ACCS dan Endamia Carolina Beru Kaban. Hinca duduk di DPR RI dan Carolina di DPRD Kab. Karo. Keduanya kader sejati Partai Demokrat.
Berawal dari surat yang dilayangkan warga Desa Pernantin kepada Anggota Komisi III DPR RI, Dr Hinca IP Pandjaitan XIII, SH, MH, ACCS, membuat wakil rakyat yang benar-benar merakyat ini terharu.
Air matanya nyaris jatuh kala membaca surat tertanggal 14 November 2024 yang ditandatangani 25 orang warga Desa Pernantin, yang mayoritas kaum “nande-nande” (ibu-ibu) itu.
Sebelum berkirim surat kepada Hinca IP Pandjaitan, warga desa lebih dulu berkordinasi dengan Anggota DPRD Kab. Karo dari Fraksi Partai Demokrat, Endamia Carolina Beru Kaban.
“Saat mendapatkan surat yang isinya permohonan dari masyarakat Desa Pernantin itu, saya benar-benar terharu. Makanya langsung saya tindaklanjuti ke pihak Telkomsel,” kata Hinca Pandjaitan.
Menurut Hinca, tower itu adalah Tower Kemerdekaan dan mudah-mudahan mendatangkan kebaikan.
“Tolong jaga tower ini dengan baik. Tower ini harus memiliki manfaat agar dapat menghidupkan budaya sosial dan kearifan lokal di kampung kita ini. Mudah-mudahan desa ini menjadi harum namanya dan sejahtera masyarakatnya,” ujar Hinca.
Hinca mengaku tower ini didirikan berdasarkan harapan baru dan harus memberikan kemanfaatan yang berkesinambungan.
“Budaya nusantara harus kita junjung tinggi. Alam yang indah ini mendukung kita. Pondasi kearifan lokal harus terus terjalin di desa kita ini dan desa lainnya. Telkomsel telah membuat komunikasi kami menjadi baik dan lancar untuk membangun kehidupan yang lebih baik,” terangnya.
Sekretaris Desa Pernantin, Jonson Kaban, membenarkan jaringan sinyal provider Telkomsel telah masuk dan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
“Banyak manfaatnya kehadiran jaringan Telkomsel ini. Masyarakat menjadi lebih mudah berkomunikasi melalui telepon atau WhatsApp dan aplikasi lainnya,” ucapnya.
Sebelum masuknya jaringan ini, ribuan masyarakat desa harus berjuang naik ke dataran yang lebih tinggi di belakang rumah dan sebagainya.
“Sekarang sudah tidak lagi, sudah sangat mudah berkomunikasi. Tidak perlu manjat-manjat tebing atau pohon untuk menelepon teman atau famili,” tambahnya.
Jonson mengaku tower itu bisa berdiri karena peran besar Anggota DPRD Karo, Endamia Carolina Beru Kaban dan Anggota Komisi III DPR RI, Hinca IP Pandjaitan.
“Kami pemerintah desa bersama masyarakat membuat permohonan kepada Bapak Hinca Pandjaitan dibantu ibu anggota DPRD Karo, Endamia. Akhirnya berdirilah tower Telkomsel ini,” ungkapnya.
Dulunya, mereka harus membayar Rp5.000 per hari kepada pemilik usaha di desa yang ada Wifi-nya.
“Kalau mau pakai Wi-Fi bayar Rp5.000 per hari kepada warga yang ada Wi-Fi nya. Tapi sekarang sudah tidak perlu lagi bayar Wi-Fi. Tower Telkomsel ini adalah hadiah bagi paling manis bagi kami di HUT ke 80 RI tahun ini,” terangnya.
Sementara itu Anggota DPRD Karo, Endamia Br Kaban mengatakan, berdirinya tower itu merupakan bentuk kepeduliannya terhadap masyarakat dan kampung halamannya.
“Saya lahir di kampung ini. Tidak ada sinyal provider di kampung ini sejak dahulu. Makanya saya bertekad menjadi anggota DPRD Karo untuk membangun daerah ini,” ungkapnya.
“Ketika saya dipercaya, diamanahkan dan terpilih menjadi anggota DPRD Karo, saya langsung bergerak merealisasikan janji saya kala kampanye dulu,” tambahnya. (HB-03)