Jakarta, Bersamanewstv
Kabar duka datang dari dunia medis. Dokter Tigor Silaban, yang telah mengabdikan diri di Papua sejak 1979, meninggal dunia akibat Corona (COVID-19). Namanya dikenal harum sebagai pejuang kesehatan di Bumi Cenderawasih.
Kabar duka ini dibenarkan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih. Daeng mengatakan dokter Tigor meninggal dunia di Papua. “Iya benar (dokter Tigor Silaban meninggal dunia), karena COVID,” kata Daeng seperti dilansir detikcom, Sabtu (07/08/2021).
Daeng mengatakan Tigor Silaban meninggal dunia pada Jumat (06/08/2021) malam. “(Meninggal) semalam kira-kira jam 23.00 waktu Papua,” ungkapnya.
Tigor Silaban adalah seorang dokter umum. Namun, sejak memilih mengabdi sebagai dokter di Papua, dia menjadi dokter spesialis bedah.
Tigor adalah salah seorang putra arsitek legendaris yang pernah merancang Masjid Istiqlal dan Tugu Monas, Friedrich Silaban. Pertama kali berpraktik di Papua, dia ditempatkan di Oksibil, yang merupakan daerah merah atau zona berbahaya.
Dokter “Barbar”
Papua bukan cuma luas secara wilayah, tapi kondisi infrastruktur di sana umumnya masih terbatas. Tak aneh bila banyak dokter, guru, dan pengemban profesi lainnya tak bertahan lama saat bertugas di sana.
Akibatnya, kondisi kesehatan warga di Papua, terutama di pedalaman, masih sangat memprihatinkan. Dari segelintir dokter, tersebutlah Tigor Silaban, yang telah mengabdikan diri di Bumi Cenderawasih sejak 1979 hingga sekarang.
Tigor Silaban sebenarnya adalah dokter umum. Tapi kondisi Papua yang serba minim dan terisolasi menuntutnya menjadi dokter spesialis bedah. Tak cuma memotong tumor, ia juga harus melakukan operasi patah tulang dengan perlengkapan ala kadanya.
“Tapi sejauh ini belum ada kejadian fatal di meja operasi yang saya lakukan,” kata Tigor mengisahkan pengalamannya bertugas di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, sejak 1979.
Wamena, yang menjadi wilayah kerjanya, dia memaparkan kepada detikcom yang menghubunginya pada Senin (05/02/2018) malam, kala itu luasnya lebih besar daripada Provinsi Jawa Barat.
Selain dari pelatihan di Kementerian Kesehatan, kemampuan melakukan operasi bedah didapat Tigor dari dr Frin. Warga Belanda itu menjadi rekan sekaligus mentornya.
Lazimnya, dokter spesialis hanya berada di rumah sakit di Jayapura. Tapi jarak yang jauh dengan medan superberat tentu akan menyita waktu lama dan menambah penderitaan si pasien. Kalaupun perjalanan dilakukan melalui jalur udara, jadwal penerbangan pesawat perintis hanya pada waktu-waktu tertentu. Akhirnya banyak pasien banyak yang merujuk ke puskesmas tempat Tigor bertugas.
Tigor adalah salah seorang putra arsitek legendaris yang pernah merancang Masjid Istiqlal dan Tugu Monas, Friedrich Silaban. Pertama kali berpraktik di Papua, dia ditempatkan di Oksibil, yang merupakan daerah merah atau zona berbahaya.
“Saat Menteri Kesehatan Adhyatma (1988-1993) datang, ia heran karena operasi terencana adalah operasi spesialis, tidak mungkin hanya dengan alat seadanya,” Tigor mengenang.
Hal lain yang juga tidak lazim terjadi di lingkungan dunia kedokteran normal, dia melanjutkan, operasi biasanya disaksikan langsung oleh anggota keluarga. Bukan di ruang tertutup yang supersteril.
Karena itu, dia pernah menyulap ruang operasi menjadi semacam podium teater. Meja operasi dibuat di tengah dalam ruang kaca, lantai dua dipakai untuk observasi belajar tenaga medis untuk melihat langsung operasi.
Sedangkan keluarga pasien sering meminta duduk di lantai dua untuk ikut menyaksikan operasi. Jika kurang jelas, mereka minta turun. Tigor pun biasanya akan memberi mereka pakaian, masker, dan topi sebelum mempersilakannya mendekat ke meja operasi.
“Misalnya saja ketika saya bedah tumor. Orang sana kalau tidak melihat langsung benda yang membuat sakit dikeluarkan, mereka tak percaya. Istilahnya ada anak panah dikeluarkan, apa benar anak panahnya cuma satu. Tumor yang diangkat saya tunjukkan,” ucapnya.
Keahlian Tigor melakukan bedah di Puskesmas Wamena menyebar dari mulut ke mulut hingga ke Jayapura. Bahkan beberapa kali mereka merekomendasikan operasi pasien untuk penyakit di tulang belakang kepada Tigor. Karena para dokter spesialis di Jayapura justru tak berani melakukan operasi itu.
“Mereka bilang bawa saja ke Wamena, ada ‘dokter barbar’ di sana. Tetapi tidak pernah ada yang mati di meja operasi saya sejauh ini,” Tigor menegaskan.
Kini, dokter si Putra Batak itu telah dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selamat jalan pak dokter, selamat jalan laeku…jasamu akan tetap kami kenang sepanjang masa..!! (***)
IMBAUAN REDAKSI: Ayoo…Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!! 💪💪👍👍🙏🙏