Medan, Bersamanewstv
Perjuangan sejumlah komunitas masyarakat adat yang ada di lima kabupaten di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, mulai menunjukkan hasil. Hutan adat yang selama ini mereka tuntut dan perjuangkan, sebahagian sudah dikembalikan pemerintah.
“Ya…benar. Tadi baru saja bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan 5 SK hutan adat plus 1 SK yang telah direvisi kepada masyarakat adat. Cuma, dari 5 SK itu, dua masih berstatus indikatif,” kata Direktur Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), lembaga pendamping masyarakat hukum adat Sigapiton, Delima Boru Silalahi dan Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak, saat dihubungi bersamanewstv.com melalui sambungan telepon, Kamis (03/02/2022) sore.
Penyerahan SK hutan adat kepada masyarakat adat itu dilakukan Presiden Jokowi di Humbang Hasundutan (Humbahas) dalam rangkaian kunjungan kepala negara ke beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
Dua status indikatif hutan adat tersebut, jelas membuat masyarakat adat sedikit kecewa. Menurut Delima Boru Silalahi, salah satu penyebabnya karena bupatinya tidak mau mengakui dan menandatangani keberadaan masyarakat adat di daerahnya.
Namun, walaupun tuntutan masyarakat adat itu belum sepenuhnya dikabulkan pemerintah, Delima Boru Silalahi dan Roganda Simanjuntak, tetap mengapresiasi kinerja pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Kantor Staf Presiden (KSP).
“Memang belum seratus persen tuntutan masyarakat adat yang dikabulkan. Seperti hutan adat di wilayah Onan Harbangan Naga Saribu. Baru 1200 hektar yang dikembalikan sedangkan sisanya seluas 124 hektar yang di dalamnya terdapat pohon eucalyptus yang ditanam PT TPL, belum dikembalikan kepada masyarakat adat,” ungkap Delima Boru Silalahi.
Hal yang sama juga diungkapkan Roganda Simanjuntak. “Kita belum merasa puas. Masih jauh dari harapan masyarakat. Namun kita tetap mengapresiasi kinerja pemerintah,” ujar Roganda Simanjuntak.
Roganda Simanjuntak mengungkapkan, selama ini PT TPL terduga telah “merampas” tanah dan hutan adat masyarakat. “Dengan arogan PT TPL telah “merampok” tanah adat, ladang, perkampungan bahkan makam para leluhur masyarakat. Semuanya dibuldozer sehingga ada makam yang rusak,” beber Roganda.
Delima Boru Silalahi dan Roganda Simanjuntak mengaku akan terus berjuang bersama masyarakat adat untuk memperoleh kembali hutan adat mereka sepenuhnya.
“Kita berharap Menteri LHK, Siti Nurbaya dan Deputy II Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan, tetap menindaklanjuti tuntutan masyarakat adat. Apalagi selama ini ibu menteri kehutanan sangat menyambut baik masyarakat adat. Begitu pula dengan Deputy II KSP bapak Abednego Tarigan, mempunyai peranan besar memediasi tuntutan masyarakat adat ini,” harap Delima Boru Silalahi dan Roganda Simanjuntak. (MUL)
IMBAUAN REDAKSI: Ayooβ¦Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!!πͺπͺππππ