Gawat..!! Inflasi Tinggi, Jutaan Warga Indonesia Terancam Miskin..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - Agustus 2, 2022
Gawat..!! Inflasi Tinggi, Jutaan Warga Indonesia Terancam Miskin..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

Jakarta, Bersamanewstv

Indonesia terus mencatatkan inflasi tinggi pada kelompok volatile goods, termasuk bahan pangan, sepanjang tahun ini. Jika inflasi kelompok volatile tak kunjung turun maka jutaan masyarakat Indonesia bisa masuk ke jurang kemiskinan.

Melansir cnbcindonesia, inflasi kelompok volatile atau harga bergejolak pada Juli 2022 tercatat 1,41% (month to month/mtm), melandai dibandingkan pada Juni yang tercatat 2,51%. Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi Juli tercatat 11,47% atau tertinggi sejak Januari 2014 (11,91%).

Pergerakan inflasi kelompok harga bergejolak jauh di atas inflasi umum pada Juli 2021 yang tercatat 0,64% (mtm) dan 4,94% (yoy).

Sepanjang tahun ini, inflasi kelompok harga bergejolak selalu berada di atas 0,9%. Pengecualian terjadi pada Februari di mana terjadi deflasi 1,5%.

Lonjakan inflasi volatile tahun ini didominasi kelompok bahan pangan mulai dari minyak goreng, cabai, hingga sayur-mayur. Harga cabai rawit merah sempat menembus Rp 100.000 per kg pada pertengahan Juli.

Minyak goreng bahkan sempat langka pada Februari-Maret dan harganya melonjak tajam hingga Rp 60.000 per kg di Indonesia bagian timur.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan terjadi anomali pada pergerakan inflasi volatile pada tahun ini.

Inflasi pada kelompok tersebut biasanya melonjak menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tetapi kemudian turun tajam setelahnya. Inflasi akan naik kembali merangkak menjelang Desember dan Januari karena perayaan Natal dan musim hujan.

“Tahun ini, inflasi naik tinggi meskipun Lebaran sudah selesai. Inflasi lebih didorong oleh cost push inflation. Permintaan belum kuat tapi biaya naik,” tutur Bhima, kepada CNBC Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata inflasi kelompok volatile (mtm) dalam lima tahun terakhir ada di kisaran 0,41%. Sementara itu, rata-rata inflasi kelompok volatile pada tahun ini mencapai 1,28% atau tiga kali lipat lebih tinggi.

Data BPS juga menunjukkan inflasi tinggi pada kelompok volatile biasanya hanya berlangsung 2-3 bulan kemudian turun tajam.

Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun ini di mana inflasi kelompok volatile tetap menjulang sejak Maret hingga Juli 2022 yakni masing-masing sebesar 1,99%, 2,3%, 0,94%, 2,51%, dan 1,41%.

“Di Juli ada dua yang menyumbang inflasi besar yaitu makanan jadi dan transportasi. Imported inflation sudah mulai terasa di bahan pangan. Transportasi kan juga lebih mahal karena harga energi naik,” imbuh Bhima.

Dia mengingatkan tingginya inflasi barang bergejolak akan sangat berdampak terhadap kehidupan kelompok masyarakat miskin. Merujuk data BPS, garis kemiskinan pada Maret 2022 ada di angka Rp 505.469,00/kapita/bulan.

Komposisi garis kemiskinan makanan mencapai Rp 374.455 (74,08%) sementara garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 131.014 (25,92%).

Garis kemiskinan adalah pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan sebagai kelompok miskin.

Bhima menjelaskan karena sebagian besar pengeluaran kelompok masyarakat miskin untuk makanan maka akan sulit bagi mereka memenuhi kebutuhan hidupnya jika inflasi pada kelompok tersebut terus menjulang.

Kenaikan bahan pangan dan garis kemiskinan juga akan membuat masyarakat yang selama ini masuk ke dalam kelompok kelas menengah tetapi masih rentan akan jatuh miskin.

“Karena harga pangan menyumbang cukup dominan maka akibatnya kelas menengah banyak yang masuk ke kelompok miskin. Mereka yang pendapatan per kapitanya di Rp 600 ribu akan menjadi miskin,” imbuhnya.

Bhima memperkirakan jumlah kelompok menengah yang rentan terhadap garis kemiskinan di Indonesia mencapai 115 juta. “Akan ada lonjakan masyarakat miskin baru karena garis kemiskinan naik sementara pendapatan tidak naik,” ujarnya.

Bhima mengatakan harga bahan pangan Indonesia memang mudah bergejolak, terutama cabai dan sayur-mayur. Persoalan cuaca hingga jalur distribusi kerap melambungkan harga pangan di Indonesia. Namun, dia berharap pemerintah mencari solusi lain dalam menangani inflasi kelompok volatile.

“Jangan terjebak masalah cuaca. Rantai distribusi cabai itu kan panjang. Bisa lah diperpendek untuk menstabilkan pasokan karena cabai cepat busuk,” tuturnya.

Bhima juga berharap pemerintah bisa meningkatkan peran kepala daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bisa memaksimalkan peran dengan berbagi informasi mengenai pasokan cabai di masing-masing daerah.

“Jadi bukan hanya mekanisme pasar saja yang bekerja. Pemda dan TPID juga harus berbagi peran,” ujarnya. Menurut BPS, rantai distribusi cabai di Indonesia merupakan salah satu yang terpanjang dan rumit di antara kelompok pangan strategis lainnya.

Distribusi tersebut melibatkan banyak pelaku usaha distribusi perdagangan baik yang termasuk pada level pedagang besar (distributor, sub-distributor, pedagang pengepul, agen, dan pedagang grosir) maupun yang termasuk pada level pedagang eceran (supermarket/swalayan dan pedagang eceran).

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengingatkan kenaikan harga pangan akan menaikkan porsi pengeluaran konsumsi masyarakat.

Kenaikan harga pangan juga akan menekan daya beli masyarakat miskin karena sebagian besar penghasilannya akan habis untuk kebutuhan pangan yang mahal.

“Ini juga akan berdampak pada nutrisi mereka karena masyarakat cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dan murah, namun belum tentu bernutrisi untuk tubuh,” ujar Hasran.

Hasran meminta pemerintah untuk fokus dalam memastikan ketersediaan pangan yang cukup di pasar sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengingatkan kenaikan harga pangan masih rawan terjadi. Pasalnya, harga makanan jadi saat ini belum mencerminkan kondisi sesungguhnya karena produsen belum mentransmisikan seluruhnya harga bahan mentah ke produk jadi.

“Harga minyak mentah yang tinggi akan mendorong kenaikan harga makanan. Namun kelihatannya belum seluruhnya tertansmisi ke makanan jadi,” ujarnya. (***)

IMBAUAN REDAKSI: Ayoo…Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!!💪💪👍👍🙏🙏

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini