Catatan: Mulianta Ginting Munthe
Pagi itu suasana masih gelap. Hanya penerangan lampu jalan dan lampu rumah dari gedung bertingkat yang ada. Namun, sesosok wanita setengah baya terlihat sudah sibuk menata barang dagangannya.
Tangannya bergerak lincah menyusun dengan rapi dagangannya berupa tomat, sayuran, cabe, wortel, daun sop dan lainnya. Peran ini dilakoninya setiap hari.
Ketika orang lain masih tertidur nyenyak, wanita berkulit sawo matang ini justru sudah “bergulat” dengan keadaan demi sesuap nasi dan biaya sekolah si buah hati.
Pedih. Perih, memang. Apalagi ketika hujan turun sesuka hatinya. Tapi, situasi dan kondisi ini telah menempanya menjadi sosok yang kuat dan mandiri.
Dia tidak mau menjadi pengemis. Dia tak ingin anak-anaknya menjadi peminta-minta. Dia ingin anaknya kelak bisa menjadi orang sukses. Bukan seperti dirinya. Hanya seorang pedagang tradisional di pasar pagi.
Sayang, lapak tempat berjualan berukuran 2×2 meter itu kini sudah tak ada lagi. Lapak dari kayu dan bambu tempatnya mengais rezeki itu, sudah rata dengan tanah.
Pelakunya adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan dalih penertiban karena jalan macet. Alasan klasik yang membuat rakyat semakin “jijik”. Sebab, jalan tetap macet walau lapak pedagang sudah habis “diobrak-abrik”. Sementara mobil angkot dan beca yang berhenti lama sesuka hati, dibiarkan begitu saja.
Pemandangan miris itu memuat wanita ini hanya bisa menangis. Hatinya bergemuruh. Dia tak tahu lagi harus menjawab apa kalau anaknya yang hendak berangkat ke sekolah meminta ongkos dan uang jajan. Untuk ke dapur saja pun dia sudah pusing tujuh keliling. Bagaimana pula kalau anaknya meminta uang sekolah..??
Hati wanita ini bagai teriris sembilu. Perih. Pedih. Sedih. Semuanya membaur menjadi satu. Dia teringat kala krisis moneter melanda dunia termasuk Indonesia di tahun 1998.
Kala itu, pemerintah menganggap pedagang tradisional bak “pahlawan”. Ini karena hanya pedagang tradisional yang mampu bertahan dari hantaman “badai” krisis ekonomi. Dan kala itu, justru peranan pedagang tradisional sangat besar dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa ini.
Pengusaha menengah ke atas justru banyak yang “bertumbangan”. Bangkrut. Malah, mereka ini dianggap ikut menyumbang semakin parahnya krisis moneter di Indonesia karena memiliki banyak utang. Termasuk utang luar negeri dari pihak swasta.
Kini, “pahlawan” krisis moneter itu telah “dihabisi”. Usaha dagang mereka “dibunuh” oleh bangsa sendiri. Apakah ini murni kesalahan para pedagang tradisional..??
Tidak. Meringsek ke badan jalan dengan menggelar barang dagangannya bukanlah 100 persen kesalahan pedagang tradisional. Justru ini menunjukkan lemahnya (kalau tidak ingin dikatakan tidak bekerja) aparat pemerintahan setempat.
Lapak pedagang tradisional di Pasar Deli Tua, Kec. Deli Tua, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara, misalnya. Kemarin, sejumlah petugas Satpol PP Kab. Deli Serdang bersama pihak kecamatan, membongkar lapak para pedagang tradisional.
Hal ini sangat kontradiktif dengan apa yang dilakukan seorang Presiden Jokowi, yang “memanjakan” pedagang tradisional dengan berbagai bentuk bantuan keuangan kala Covid-19 ini.
Kembali ke persoalan pedagang tradisional di Deli Tua. Kala Camat Deli Tua dijabat Wakil Karo-karo, MSi, keberadaan para pedagang tradisional ini sangat tertata rapi.
Keberadaan para pedagang tradisional selalu dikontrol. Ketika ada yang mulai meringsek ke badan jalan, petugas pemerintahan setempat langsung menegur. Bukan malah “mengobrak-abrik” lapak dagangannya.
Tapi, seiring berjalannya waktu, Wakil Karo-karo, MSi, pun pensiun. Kini camat Deli Tua dijabat Hendra Wijaya Siregar. Dan sejak pergantian pucuk pimpinan kecamatan inilah tidak ada lagi yang mengontrol para pedagang tradisional.
Apakah aparat pemerintah ini lupa kalau mereka “dibayar” oleh rakyat untuk melayani rakyat..?? Entahlah…hanya mereka dan Tuhan yang tahu. (***)
IMBAUAN REDAKSI: Ayoo…Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!!💪💪👍👍🙏🙏