TANJUNG MORAWA, BERSAMA
Dua Bupati Deli Serdang, bersaudara pula Alm Drs H Amri Tambunan dan H Ashari Tambunan kontroversi soal tanah eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan, Kec. Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara.
Bupati Amri Tambunan menunjukkan arah kebijakannya berpegang pada aturan yang berlaku dan berpihak kepada kepentingan orang banyak.
Sementara Bupati Ashari Tambunan yang tidak lain adalah adik kandung dari Alm Amri Tambunan, terkesan berpihak kepada “mafia tanah” dalam artian mengabaikan aturan yang berlaku.
Sehingga bisa mengakibatkan benturan fisik seperti yang terjadi pada tahun 1953 di mana puluhan warga Desa Dagang Kerawan tewas bersimbah darah mempertahankan tanahnya.
Saat itu “runtuhnya” kabinet WILOPO akibat kasus tanah Dagang Kerawan ini. Kemudian ada tahun 2006 terjadi lagi bentrok fisik tapi tidak sedahsyat tahun 1953.
Tahun 2006 itu terjadi jual beli antara Dirut PTPN II Ir H Suwandi dengan H Suprianto yang mengibarkan bendera Yayasan Pendidikan Nurul Amaliah.
Kasus jual beli itulah menghantarkan Dirut PTPN II dan H Suprianto ke rumah tahanan. Beberapa Direksi ikut ke penjara seperti Ir Masdin Sipayung dan Drs Sukardi.
Saat ini timbul lagi babak baru yakni babak ke tiga. Babak paling mengerikan. Ternyata Pemkab Deli Serdang telah menerbitkan sertifikat hak guna bangunan kepada pengusaha properti.
Pengusaha PT MIP ini langsung mendirikan pagar tembok mengurung rumah-rumah warga di dalamnya serta pedagang yang cari nafkah. Pas pula saat bulan puasa.
Perlakuan itu dinilai oleh Ketua Partai Buruh Sumut, Willy, SH, sangat tidak manusiawi. Pemkab DS sendiri tidak pernah melakukan mediasi apapun kepada warga yang sudah tiga puluh tahunan tinggal di situ.
Ibu-ibu menghalangi pemagaran lahan sambil membawa sejumlah poster berisi protes terhadap Pemkab Deli Serdang dan pengembang.
Pengusaha yang dibantu preman beringas tidak mengindahkan Hak Azasi Manusia (HAM) dan menyelesaikan pembentengan dalam beberapa hari. Itulah gaya dan cara Bupati DS Ashari Tambunan yang konon akan mencaleg ke DPR RI.
Dulu katanya pro rakyat, sekarang rakyat dihimpit Pemkab diam seribu bahasa. Untung ada Partai Buruh tampil berpihak. Waktu bupati masih dijabat Alm Amri Tambunan, dia tegas berdiri sesuai aturan dan berpihak kepada rakyat kecil.
Ketika H Suprianto meratakan rumah-rumah dan tanaman warga yang berumur puluhan tahun, Alm Bupati Amri Tambunan mengeluarkan surat kepada Yayasan milik H Suprianto alias Anto Keling nomor : 593/508.4 tertanggal 23 Desember 2003 melarang melakukan kegiatan apapun sebelum ada izin dari bupati Deli Serdang.
Kemudian Bupati Amri Tambunan pernah mengeluarkan surat kepada Dirut PTPN II 17 Januari 2006 yang isinya memprotes keras pembebasan tanah eks HGU itu seluas 78,16 Ha. Bupati mempertanyakan dasar pembebasan seluas 78,16 Ha itu karena yang direkomendasikan gubernur Sumut cuma 59 Ha.
Bupati Amri Tambunan juga menunjuk surat Gubsu nomor 593/6969 tertanggal 29 Oktober 2004 yang dikeluarkan dari eks HGU itu ada untuk rakyat seluas 18,34 Ha dan untuk perumahan karyawan seluas 8,82 Ha.
Jadi dalam kasus tanah eks HGU PTPN II Dagang Kerawan ini, sikap Bupati Amri Tambunan tegas, yakni mengikuti aturan main sesuai perundang-undangan.
Namun sikap dua bupati sedarah ini sangat bertolak belakang. Yang satu menjalan aturan yang berlaku. Sedangkan arah dan sikap Bupati Ashari Tambunan dalam hal ini tidak tegas dan terkesan berpihak kepada “mafia tanah”.
Kasus jual beli tanah eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan ini sangat kental permainan “mafia tanah”. Terduga Bupati Ashari Tambunan terseret ke jeratan mafia ini akibat permainan stafnya atau karena kebodohan stafnya.
Saat ini tanah di Desa Dagang Kerawan sudah puluhan juta permeter sehingga mata “mafia tanah” tertuju ke situ. Dari kasat mata saja, terlihat jelas bahwa “mafia tanah” sudah bermain di situ.
Semula tanah eks HGU itu diskenariokan untuk RUTRK pengembangan kota Tanjung Morawa. Tanah itu dimohonkan oleh H Suprianto seluas 59 Ha saja sesuai permohonannya tertanggal 11 Maret 2001. Tapi dikabulkan malah 78,16 Ha, melebihi dari permohonannya.
Komisaris PTPN II juga merekomendasikan cuma 59 Ha, demikian juga rekomendasi Meneg BUMN, Gubsu, bupati DS, camat maupun DPRD DS. Panitia penaksir harga juga menghitung 59 Ha. Sedangkan luas HGU sesungguhnya pun cuma 75,111 Ha.
Sesudah itu barulah dibuat MoU antara bupati Deli Serdang waktu itu Abd Hafid dengan H Suprianto tentang pemanfaatan tanah seluas 59 Ha tadi. Ada untuk terminal, ada untuk pasar, untuk kantor, RSS dan rumah sakit. Tapi MoU itu cuma ecek-ecek doang.
Ngerinya lagi, tanah masih dalam status MoU tapi sudah dijualkan H Suprianto kepada beberapa pengembang salah satunya PT MIP yang kemudian mengurung rumah warga dengan tembok. Herannya bupati DS diam saja walau tanah sudah diperjualbelikan.
Mestinya bupati menggugat melalui pengadilan karena sepihak telah ingkar janji. Lebih lucunya lagi MoU itu malah diubah oleh Sekda DS atas petunjuk staf. Lucu memang. MoU bupati bisa diubah Sekdakab.
Mungkin ini satu bagian permainan terduga atas perintah Bupati Ashari Tambunan. Rencana tanah itu RUTRK hanya lawak-lawak dari Pemkab DS untuk mengeruk keuntungan pribadi. Itulah bedanya Bupati H Amri Tambunan dengan adiknya Bupati Ashari Tambunan.
Pada saat menjabat bupati, H Amri Tambunan tetap mempedomani SK BPN Nomor 42 yang mengatur tentang tanah-tanah eks HGU. Di situ disebutkan yang mengatur peruntukan, pengusahaan dan pemilikan adalah Gubsu, bukan bupati.
Ketika itu Amri juga menegaskan Gubsulah yang mengatur peruntukan tanah eks HGU Desa Dagang Kerawan. Jadi tidak ada lagi hak PTPN 2 memperjualbelikan tanah eks HGU, katanya.
Tapi itulah yang terjadi dan sampai saat ini dianggap sah-sah saja. Tidak ada lagi tanah untuk rakyat. Tidak ada lagi tanah untuk eks karyawan PTPN II. Tidak ada lagi RUTRK. (SES)
IMBAUAN REDAKSI: Virus Corona (Covid-19) mulai mereda. Tapi bukan berarti sudah tak ada. Namun yakinlah Corona takkan bisa berbuat apa-apa kalau kita bersatu dan tetap waspada..!! 💪💪👍👍🙏🙏