DELI SERDANG BERSAMA
Sikap “ngotot” bupati Deli Serdang mendesak DPRD agar menjadwalkan pembahasan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) P-APBD) tahun 2025, mendapat sorotan “tajam” nan “pedas” dari berbagai kalangan.
“”Seharusnya bupati mampu memahami dan menjalani semua mekanisme dan alur proses dalam pembahasan serta pengesahan RPJMD sampai KUA PPAS, sehingga tidak terkesan mendesak untuk segera mengesahkan RPJMD dan KUA PPAS P APBD sekaligus dalam satu pembahasan dengan DPRD,” kata pemerhati politik lokal, Syahrial Effendi, Selasa.
Awalnya, Syahrial yang juga Co founder Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia ini menilai, Bupati Deli Serdang Ludin yang baru saja terpilih dan dilantik awal 2025, ingin segera mewujudkan semua program prioritas yang sudah dijanjikannya saat kampanye. Dan itu suatu hal yang wajar.
“Sementara pihak legislatif memandang semua proses ini masih berjalan sesuai mekanisme dan tahapan yang masih berjalan. Jadi, jika pihak eksekutif terkesan memaksakan pembahasan KUA PPAS bisa bersamaan dengan pengesahan RPJMD, saya pikir itu juga tidak logis,” katanya.
Apa lagi, sambungnya, menurut pimpinan DPRD DS tahapan pembahasan RPJMD dan KUA PPAS masih berjalan sesuai peraturan yang ada.
“Jadi agak sedikit aneh jika pihak eksekutif terus menarasikan DPRD tidak mau membahas KUA PPAS, sehingga bisa menghentikan program pelayanan publik di Deli Serdang,” ungkapnya.
Syahrial pun menyarankan bupati agar mampu mengomunikasikan ini dengan semua pihak terutama DPRD. Sebab, DPRD adalah lembaga yang sejajar dengan eksekutif dalam konsep trias politika, tidak ada yang merasa lebih tinggi di antara keduanya.
“Karena otoritas keduanya sama kuat, bupati harus mampu merangkul DPRD sebagai mitra kerjanya dalam menjalan pembangunan daerah demi mewujudkan visi misi yang sudah ditetapkan, dan mampu menjabarkan visi misi pemerintah pusat dalam program-program yang ada dalam pembahasan RPJMD dengan tetap mengacu pada peraturan yang ada,” ujarnya.
Syahrial menilai, polemik ini seharusnya tidak terjadi mengingat bupati notabene didukung dan diusung oleh mayoritas partai di DPRD.
“Apa lagi dari empat pimpinan DPRD, tiga berasal dari partai pengusung ketika Pilkada, kemarin. Yaitu dari Partai Gerindra, Golkar dan PDI Perjuangan,” ungkapnya.
Tapi, faktanya, tambah Syahrial, yang terjadi justru ketegangan dan memanasnya situasi dalam proses pembahasan RPJMD dan turunannya. “Sepertinya bupati telah gagal mengomunikasikan proses ini,” tandasnya.
Menurut Syahrial, jika ini terus dibiarkan akan berdampak buruk dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan 5 tahun ke depan. “Dan sanksi administratif pasti akan diberikan pemerintah pusat jika proses ini gagal disahkan,” katanya.
Dia menambahkan, ego sektoral harus dikesampingkan demi mewujudkan program pro rakyat dengan tetap mengedepankan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika bupati tidak mampu mengomunikasikan karena kesibukan yang ada, idealnya bupati menunjuk pihak yang bisa menjembatani dengan pihak legislatif guna menyelesaikan polemik yang sedang terjadi,” pungkasnya. (REL/HB-01)