Jakarta, Bersamanewstv
Tim gabungan Polda Sumut dan BNNP Sumut bersama BNNK Langkat menyelidiki kerangkeng manusia yang ada di rumah bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi pada Senin (24/01/2022) sore, seperti dilansir kompas.com, mengatakan, saat ini temuan kerangkeng manusia itu sedang didalami oleh tim gabungan Ditresnarkoba, Ditreskrimum Polda Sumut, BNNP Sumut, serta BNNK Langkat.
Kerangkeng itu diketahui ketika operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu.
“Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja,” katanya.
Dijelaskan Hadi, pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya.
“Namun sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan,” katanya. Dikatakannya, mengenai hal-hal atau informasi yang berkembang saat ini masih digali informasinya di lapangan.
“Selnya ada. Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim. Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu,” ungkap Hadi.
Dari temuan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat itu merupakan bukti adanya dugaan praktik perbudakan modern dan penganiayaan.
Berkaitan dengan dugaan perbudakan modern dan penganiayaan, kata Hadi, hal itu masih diselidiki tim gabungan dan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Langkat. Hadi menjelaskan, ada dua kerangkeng manusia di rumah bupati non aktif Langkat berukuran 6×6 meter.
Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi. “(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng),” katanya.
Dikonfirmasi melalui telepon, Koordinator Advokasi Kebijakan, Migrant Care, Badriyah mengatakan, pihaknya mendapat laporan dari masyarakat dua hari yang lalu via aplikasi percakapan WhatsApp yang menyebut ada sejumlah orang yang dikerangkeng dengan kondisi tidak layak, dipekerjakan di kebun sawit dan ada dugaan penyiksaan.
“Informasinya mereka pekerja (bukan pecandu narkoba). Kalau rehabilitasi itu kan BNN, kenapa itu di rumah bupati. Jadi mereka tidak digaji, kerja sepuluh jam dan makan hanya dua kali sehari,” katanya.
Kasus itu, kata dia, sudah dilaporkan ke Komnas HAM dan diterima oleh komisioner Khoirul Anam. “Udah dilaporin ke Komnas HAM tadi. Mereka akan investigasi. Jadi kita tunggu hasil investigasinya,” katanya.
Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, menilai bahwa kerangkeng manusia yang diduga dimiliki oleh Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin adalah kejahatan keji.
Kerangkeng serupa penjara (dengan besi dan gembok) itu diduga dipakai untuk mengurus sedikitnya 40 pekerja sawit dan beberapa tindakan eksploitasi serta penyiksaan pun diduga terjadi di sana.
“Baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya, tapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan tindakan yang melanggar prinsip HAM, antipenyiksaan, antiperdagangan manusia, dan lain-lain,” kata Ketua Migrant Care, Anis Hidayah, kepada wartawan pada Senin (24/01/2022).
Pada hari yang sama Migrant Care mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta untuk melaporkan keberadaan kerangkeng manusia itu. “Kami laporkan ke Komnas HAM karena pada prinsipnya, itu sangat keji,” lanjutnya.
Kepada Komnas HAM, Migrant Care juga melampirkan beberapa dokumentasi, termasuk foto pekerja yang wajahnya babak-belur diduga akibat penyiksaan di kerangkeng.
“Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan: dipukul, lebam, dan luka,” ujar Anis.
Sejauh ini, diketahui ada 2 sel di dalam rumah Terbit yang dipakai untuk mengurung para pekerja sawit. Jumlah para pekerja yang dikurung kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.
Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Setelah dimasukkan ke dalam kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan 2 kali sehari secara tidak layak. “Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji,” ungkap Anis.
Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam, menegaskan bahwa pihaknya bakal berupaya secepat mungkin melakukan investigasi guna melindungi para pekerja di sana.
Investigasi lebih jauh perlu dilakukan karena masih ada sejumlah tanda tanya yang belum dapat dijawab dari keberadaan kerangkeng manusia ini.
Misalnya, mengenai jumlah pasti pekerja yang dikurung di sana, dari mana asal mereka, sejak kapan perlakuan itu mereka terima, hingga keterkaitan Terbit sebagai Bupati Langkat nonaktif dengan perkebunan sawit.
“Jangan sampai hari ini hilang 1 gigi, karena kita lama meresponsnya, besok hilang 2 gigi atau 3 gigi. Semakin cepat maka akan semakin baik pencegahan ini,” kata dia. (***)
IMBAUAN REDAKSI: Ayoo…Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!!💪💪👍👍🙏🙏