Gawat Broo..!! Krisis Pangan Dunia di Depan Mata..!! Harga Komoditas Melonjak..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - April 9, 2022
Gawat Broo..!! Krisis Pangan Dunia di Depan Mata..!! Harga Komoditas Melonjak..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

Jakarta, Bersamanewstv

Perang Rusia-Ukraina menimbulkan efek berantai. Salah satu yang paling terasa adalah lonjakan harga komoditas dunia.

Mengutip cnbcindonesia, jumlah korban jiwa dalam perang Rusia-Ukraina per 6 April 2022 mencapai 1.611 orang. Dari jumlah tersebut, 131 di antaranya adalah anak-anak.

Selain menyebabkan krisis kemanusiaan, perang paling akbar di tanah Eropa sejak Perang Dunia II itu membuat pasar keuangan menjadi tidak stabil. Utamanya pasar komoditas.

Harga komoditas pangan melambung tinggi. Maklum, Rusia dan Ukraina adalah produsen utama sejumlah komoditas pangan seperti gandum dan biji bunga matahari. Sejak akhir 2021 (year-to-date), harga gandum di Chicago Board of Trade naik 37,3% secara point-to-point.

Harga biji bunga matahari pun melejit. Biji bunga matahari adalah bahan baku minyak nabati yang banyak dikonsumsi di Eropa.

Masalahnya, Rusia dan Ukraina adalah pemain utama di pasar minyak biji bunga matahari. Kedua negara ini menyumbang sekitar 70% dari ekspor minyak biji bunga matahari dunia.

Masih komoditas pangan, harga jagung juga dalam tren naik. Sepanjang kuartal I-2022, harga jagung di Chicago Board of Trade untuk kontrak Mei 2022 melonjak 25,84% secara point-to-point.

Maklum, Rusia dan Ukraina adalah dua pemain utama di pasar jagung. Pada musim 2021/2022, Ukraina adalah produsen jagung terbesar keenam dunia. Sedangkan Rusia berada di posisi 10.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan indeks harga pangan pada Maret 2022 berada di 159,3. Melonjak 17,9 poin dari bulan sebelumnya sekaligus menjadi yang tertinggi sepanjang masa.

“Kenaikan ini utamanya disumbangkan oleh komoditas minyak nabati, serealia, dan daging yang menyentuh rekor tertinggi. Sementara harga gula dan produk susu (dairy) juga naik signifikan,” tulis laporan FAO.

Untuk 2022, FAO memangkas proyeksi produksi gandum dunia dari 784 juta ton menjadi 790 juta ton. Penyebabnya adalah sekitar 20% lahan gandum di Ukraina kemungkinan tidak bisa dipanen akibat perang.

Memang ada tambahan pasokan dari Argentina, India, Uni Eropa, hingga Amerika Serikat (AS). Namun FAO melihat itu tidak bisa menutup ‘lubang’ yang ditinggalkan Ukraina.

Total perdagangan serealia pada musim 2021/2022 diperkirakan 469 juta ton. Turun 14,6 juta ton dari perkiraan sebelumnya dan 2% di bawah musim 2020/2021.

David Malpass, Presiden Bank Dunia, khawatir banyak negara akan memilih mengamankan pasokan pangan masing-masing sehingga enggan mengekspor ke negara lain. Bukannya memperbaiki, ini malah semakin memperparah krisis pangan dunia.

“Dalam waktu beberapa pekan saja, jumlah negara yang menerapkan pembatasan ekspor pangan meningkat 25% menjadi 35 negara. Pada akhir Maret, 53 aturan perdagangan baru terkait pangan ditetapkan, di mana 31 di antaranya adalah pembatasan ekspor.

“Sejarah membuktikan bahwa ini adalah kebijakan yang salah dan kontraproduktif. Satu dekade lalu, kebijakan ini memperparah krisis pangan karena menyebabkan harga gandum melonjak 30%,” tulis Malpass dalam kolom di Barrons.

Krisis pangan, lanjut Malpass, adalah bencana untuk semua orang. Namun yang paling merasakan adalah rakyat miskin.

“Pertama, negara-negara termiskin dunia cenderung berstatus sebagai importir pangan, Kedua, makanan setidaknya menyumbang separuh dari konsumsi rumah tangga miskin.

“Krisis pangan 2008 menyebabkan peningkatan malnutrisi, khususnya pada anak. Ada studi yang menunjukkan tingkat putus sekolah di keluarga miskin meningkat sampai 50% saat terjadi krisis pangan. Sebuah kerusakan yang tidak mudah diperbaiki,” terang Malpass.

Meski krisis pangan dunia di depan mata, Malpass menilai risiko itu masih bisa dihindari. Meski ada gangguan pasokan dan distribusi akibat perang, tetapi dia menilai sejatinya tiga komoditas pangan utama (beras, gandum, dan biji-bijian) masih relatif tinggi.

Oleh karena itu, Malpass menegaskan bukan saatnya untuk memberlakukan kebijakan larangan ekspor. Menjaga agar arus perdagangan pangan dunia tetap lancar menjadi sangat penting, apalagi di tengah tekanan krisis geopolitik.

“Pasokan pangan yang tidak terkendala akan bermanfaat bagi penduduk seluruh negara. Ini juga memberi pemerintah keleluasaan dalam mengantisipasi syok yang disebabkan perang Ukraina,” tutup Malpass. (***)

IMBAUAN REDAKSI: Ayoo…Kita lawan virus Corona (Covid-19)..!! Patuhi protokol kesehatan (Prokes)..!! Jaga jarak dua meter, pakai masker, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Bukan hebat kali Corona itu kalau kita bersatu..!!💪💪👍👍🙏🙏

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini