Setelah Didemo Rakyat..!! DPR Batalkan Pengesahan RUU Pilkada, Gunakan Putusan MK..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - Agustus 22, 2024
Setelah Didemo Rakyat..!! DPR Batalkan Pengesahan RUU Pilkada, Gunakan Putusan MK..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

JAKARTA, BERSAMA

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dibatalkan. Lalu, menyebut bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlaku untuk pendaftaran calon kepala daerah pada 27-29 Agustus 2024.

“Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR (judicial review) MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong,” ujar Dasco, seperti dilansir Kompas, Kamis (22/08/2024).

Dasco juga menegaskan bahwa rapat paripurna hanya bisa diselenggarakan pada hari Kamis dan Selasa. Sehingga, mustahil DPR mengesahkan RUU Pilkada pada Selasa pekan depan atau di hari pendaftaran Pilkada.

“Enggak ada. Karena hari paripurna kan Selasa dan Kamis. Selasa sudah pendaftaran. Masa kita paripurnakan pada saat pendaftaran? Malah bikin chaos dong,” katanya.

Dasco juga memastikan bahwa tidak ada lagi rapat paripurna pada Selasa malam sebagaimana kecurigaan-kecurigaan yang muncul di publik.

Sebagaimana diketahui, pengesahan RUU Pilkada sedianya dilakukan pada Rapat Paripurna Ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar pada Kamis pagi.

Namun, rapat paripurna tersebut terpaksa ditunda karena jumlah anggota yang hadir secara fisik maupun daring tidak menjadi kuorum.

“89 hadir (fisik), izin 87 orang, oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” ujar Dasco saat memimpin rapat paripurna, Kamis pagi.

Sebelum akhirnya dibawa ke rapat paripurna pada Kamis hari ini, pembahasan revisi UU Pilkada dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu, 21 Agustus 2024. Pembahasan itu terkesan sangat cepat karena dilakukan hanya dalam waktu satu hari.

Baleg melakukan rapat kerja. Lalu, menggelar rapat pleno yang menyepakati RUU Pilkada dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Bahkan, Badan Musyawarah (Bamus) DPR sehari sebelumnya juga telah menyepakati bahwa RUU Pilkada akan dibawa ke rapat paripurna terdekat yang ternyata pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Langkah cepat DPR tersebut menimbulkan kecurigaan karena tepat sehari sebelumnya, Selasa, 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan dua keputusan terkait pilkada.

Dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol menjadi setara dengan ambang batas calon perseorangan.

Bahkan, MK menyatakan inkonstitusional Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 yang mensyaratkan parpol harus memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.

Sementara itu, dalam putusan 70/PUU-XXII/2024, MK mengatur penghitungan usia minimal calon kepala daerah sejak pendaftaran.

MK dalam putusannya, menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Partai Politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

1. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

2. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.

3. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

4. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.

Untuk mengusulkan calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota dan calon wakil wali kota:

1. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut.

2. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai lebih dari 250.000 jiwa sampai 500.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

3. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 jiwa sampai dengan 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

4. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut”.

Tolak Putusan MK

Kecurigaan terhadap DPR terbukti. Sebab, dalam pembahasan RUU Pilkada, Baleg tidak mengikuti norma yang telah diputus oleh MK.

Sebaliknya, menggunakan rujukan putusan MA tentang penghitungan batas usia minimal pencalonan kepala daerah yang dihitung sejak dilantik menjadi kepala daerah definitif.

Selain itu, disepakati bahwa ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan juga tetap berlaku untuk parpol di parlemen.

Sementara itu, pengurangan ambang batas yang diputuskan MK hanya berlaku untuk parpol yang tidak berada di parlemen.

Berikut bunyi ketentuan Pasal 40 yang disepakati delapan fraksi dalam rapat Baleg DPR:

I. Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

II. Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

1. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.

2. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

3. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

4. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

III. Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walikota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:

1. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.

2. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.

3. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.

4. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Peringatan Garuda Biru Menyebar

Sejumlah pengamat hingga pakar hukum tata negara pun buka suara mengenai langkah DPR yang dinilai telah mengangkangi keputusan MK. Bahkan, tak segan menyebutnya sebagai “pembegalan” terhadap konstitusi.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut, langkah DPR mengebut revisi UU Pilkada pasca-terbitnya putusan MK Nomor 60 dan 70 tidak ubahnya sebuah “kegilaan”. “Nah ini kegilaan yang perlu kita luruskan,” kata Bivitri, Rabu (21/08/2024).

Bivitri mengatakan, putusan MK tidak boleh ditafsirkan secara berbeda oleh parpol di parlemen yang kemudian dituangkan dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) apa pun.

Oleh karenanya, pada Rabu itu juga publik ramai merespons apa yang dilakukan Baleg DPR tersebut dengan membagikan gambar lambang burung garuda berlatar belakang warna biru yang bertuliskan “Peringatan Darurat” di media sosial.

Puncaknya, sejumlah elemen masyarakat bersatu dan melakukan aksi demonstrasi menolak revisi UU Pilkada pada Kamis pagi.

Dalam spanduk-spanduk yang dibawa massa aksi, mereka menyebut DPR sebagai pembangkang konstitusi hingga menyebut demokrasi harus diselamatkan.

Selain menyuarakan keresahan terhadap proses berdemokrasi di Indonesia yang dinilai semakin merosot, mereka hadir untuk mengawal jalannya rapat paripurna yang sedianya mengagendakan pengesahan RUU Pilkada.

Salah satu orasi yang menjadi viral di media sosial adalah saat aktor Reza Rahadian mengungkapkan kegelisahannya terhadap praktik berdemokrasi di Indonesia akibat upaya DPR menganulir putusan MK.

“Saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa. Tidak mewakili siapa pun selain orang-orang yang gelisah melihat demokrasi kita saat ini. Ini bukan negara milik keluarga tertentu.

Kalau ada nomor dalam undang-undang kemudian dibela hanya untuk keluarga tertentu, saya miris melihat ini semua,” kata Reza Rahadian.

Hingga akhirnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad secara mengejutkan mengatakan bahwa RUU Pilkada batal disahkan. (***)

 

 

 

IMBAUAN REDAKSI:

Meski pemerintah menyatakan status endemi, bukan berarti Virus Corona (Covid-19) sudah tidak ada lagi. Tetap waspada dan yakinlah Corona tak bisa berbuat apa-apa kalau kita tetap bersatu..!!

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini