Kasus Pemberhentian Kades Paluh Kurau..!! Mahasiswa Dukung Hak Angket DPRD Selidiki Dugaan Bupati Asri Ludin Tambunan “Kangkangi” Aturan Hukum..!!

Mencerdaskan & Memuliakan - Mei 12, 2025
Kasus Pemberhentian Kades Paluh Kurau..!! Mahasiswa Dukung Hak Angket DPRD Selidiki Dugaan Bupati Asri Ludin Tambunan “Kangkangi” Aturan Hukum..!!
 - (Mencerdaskan & Memuliakan)
Editor

DELI SERDANG, BERSAMA

Hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Deli Serdang memasuki babak baru. Dukungan kepada lembaga legislatif agar menyelidiki dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Bupati Deli Serdang dr Asri Ludin Tambunan atas pemberhentian Kepala Desa (Kades) Paluh Kurau, Yusuf Batubara, terus mengalir.

Kali ini mahasiswa memberikan dukungan atas hak angket agar persoalan tersebut segera dapat dituntaskan.

“Hak angket adalah hak yang dimiliki oleh DPRD tentu sangat kita dukung,” kata Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Deli Serdang, Muhammad Waldano, kepada wartawan, Minggu (11/05/2025).

Waldano mengakui, proses pemberhentian Kades Paluh Kurau oleh bupati Deli Serdang menjadi sorotan publik, termasuk tempat dia berhimpun yakni di HMI Cabang Deli Serdang.

Sehingga pihaknya mempertanyakan legalitas hukum dan wewenang bupati yang diduga telah melangkahi prosedur formal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahkan dia merasa heran ketika ada fraksi dan anggota DPRD Deli Serdang mengulirkan hak angket. Pihak lain sejawat di dewan merasa risih digulirkan hak angket terserah.

Oleh sebab itu mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Medan (UNIMED) ini, sangat mendukung hak angket yang dibentuk oleh DPRD Deli Serdang sebagai bentuk menjalankan fungsi pengawasan. Sehingga bupati tidak perlu risau tentang hak angket tersebut.

“Kami heran kenapa ada dewan seolah-olah menjadi juru bicara (Jubir) bupati?. Hak angket itu adalah hak mereka yang diatur dalam konstitusi, biarkan saja berjalan. Jangan ada yang menghalang-halangi,” akunya.

Menurutnya, bila memang ada dewan yang tidak sepaham dengan apa yang digulirkan bisa dilakukan lewat forum resmi, bukan malah terkesan sebagai juru bicara eksekutif.

“Kritik antar lembaga atau antar fraksi sebaiknya disampaikan melalui forum resmi DPRD. Pernyataan terbuka ke media bisa berdampak pada hubungan antar fraksi terkait dengan citra DPRD dan stabilitas internal,” ujarnya.

Waldano pun kembali menyampaikan, bahwa berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, di Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 ditegaskan, kepala desa dapat diberhentikan bila meninggal dunia, atas permintaan sendiri atau diberhentikan.

Pemberhentian dapat dilakukan jika kepala desa telah berakhir masa jabatannya, melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, melakukan perbuatan tercela, dinilai tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa.

“Namun dalam Pasal 29 dan Pasal 30 mengatur bahwa pemberhentian kepala desa harus melalui proses evaluasi, klarifikasi dan rekomendasi dari BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan perangkat hukum lainnya,” katanya.

Selanjutnya dalam Permendagri (Peraturan Mentri Dalam Negeri) Nomor 82 Tahun 2015. Peraturan ini menjadi acuan teknis pemberhentian kepala desa.

Dalam Pasal (4) dan (5), dijelaskan, pemberhentian kepala desa karena pelanggaran harus diawali dengan pemeriksaan oleh inspektorat, bupati/wali kota harus mendapatkan rekomendasi tertulis dari camat dan hasil klarifikasi dari inspektorat kabupaten/kota, dan kepala desa yang diduga melanggar diberikan kesempatan membela diri secara tertulis dalam waktu 7 hari kerja.

Dalam Permendagri itu juga dijelaskan, masa jabatan Kades berakhirnya jika tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan.

Tidak memenuhi syarat sebagai kepala desa, melanggar larangan sebagai kepala desa, adanya perubahan status desa, tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa. Dan dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Jika tahapan ini dilewati, maka keputusan pemberhentian dapat dikategorikan sebagai cacat prosedur dan melawan hukum,” ungkapnya.

Waldano mengatakan, pemberhentian seorang kepala desa oleh bupati tanpa dasar hukum yang kuat dan tanpa proses administratif yang sah, merupakan bentuk pelanggaran hukum administratif serta sewenang-wenang

“Bupati memang memiliki kewenangan administratif atas desa, tapi kewenangan itu dibatasi secara ketat oleh hukum. Tidak bisa seorang kepala desa diberhentikan begitu saja tanpa mengikuti prosedur yang ditentukan dalam undang-undang,” tegasnya.

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kata Waldano, setiap tindakan pejabat pemerintahan harus mengacu pada asas legalitas, keterbukaan, akuntabilitas, profesionalitas dan asas keadilan.

“Jika bupati tidak memenuhi asas-asas tersebut, maka tindakan pemberhentian bisa digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) karena termasuk putusan administrasi yang merugikan hak warga negara,” katanya.

“Bila benar prosedur formal dilanggar, maka tindakan bupati Deli Serdang bukan hanya berpotensi dibatalkan melalui pengadilan, tapi juga menimbulkan preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan di tingkat lokal,” tutupnya. (*HB01)

Tinggalkan Komentar

Tag

close
Banner iklan disini