DELI SERDANG, BERSAMA
Sejumlah tokoh masyarakat STM Hilir maupun Masyarakat Desa Limo Mungkur, Kec. STM Hilir, menilai, penegasan Camat STM Hilir, Sandi Sihombing, yang menyatakan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan camat STM Hilir semasa Drs Masa Saragih bodong dan belum diregistrasi, adalah salah besar dan memicu persoalan baru di tengah masyarakat, sehingga bisa memicu bentrok fisik.
Salah seorang panitia perjuangan atas tanah di Limo Mungkur, Semangat Sembiring, mengatakan, Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh camat STM Hilir terdahulu, sudah benar karena melalui proses panjang dan berdasarkan fakta lapangan yang didasari putusan Mahkamah Agung dan telah berkekuatan hukum.
Panitia juga kecewa atas sikap Camat STM Hilir, Sandi Sihombing, karena mengeluarkan pernyataan yang bisa memicu persoalan baru, kata Sembiring.
Sebagai camat baru, dia mestinya mempelajari kasus-kasus di wilayah kerjanya dan tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan. Khususnya terhadap kasus tanah yang harus dilihat dari “lahirnya” atau asal muasalnya.
Kasus tanah masyarakat Limungkur ini, bukanlah tanah garapan masyarakat. Sebab, PTPN II lah yang menggarap tanah rakyat. Jadi beda dengan tanah garapan eks HGU PTPN II, ungkap Sembiring yang juga seorang wartawan ini.
Di Limo Mungkur ini, PTPN II tidak memiliki HGU tapi menguasai dan mengusahai secara paksa tanah rakyat sekitar 1.100 Ha. Lahan warga iti diusahai selama berpuluh-puluh tahun.
Oleh karena itu putusan MA mengabulkan gugatan masyarakat serta menghukum PTPN II membayar Rp 75 milyar kepada masyarakat. Tapi setelah itu ada lagi putusan MA karena di antara nama masyarakat penggugat ada yang dipalsukan. Tapi itu putusan pidana, sementara putusan perdata tetap memenangkan masyarakat.
Inilah kronologis kasus tanah Limomm Mungkur. Hal ini harus diketahui Camat STM Hilir, Sandi Sihombing. Jangan asal bunyi, tapi teliti dan pelajari semua kasus-kasus tanah di wilayah kerjanya.
Bupati Deli Serdang pun dinilai tidak selektif dalam menempatkan camat di wilayah rawan konflik tanah. Padahal, Kec STM Hilir, STM Hulu, Tg Morawa, PS Tuan, Bt. Kuis, Pagar Merbau, Patumbak, termasuk rawan masalah tanah.
Memang, selama Bupati Deli Serdang Amri Tambunan, Ashari Tambunan, sampai Asril Udin Tambunan tidak perduli terhadap kasus tanah. Termasuk kasus-kasus lingkungan seperti penambangan liar galian C .
Sembiring mengingatkan warga Limo Mungkur harus menjauhkan diri dari bentrok fisik, harus mengedepankan upaya hukum atau musyawarah mufakat mencari jalan keluar yang terbaik.
Sebenarnya camat bisa melakukan mediasi para pihak, menemukan solusi, tidak menjatuhkan vonis menyatakan SKT yang diterbitkan camat terdahulu itu bodong atau tidak teregistrasi.
Soal registrasi itu urusan kecamatan, kenapa tidak diregistrasi. Sebab masyarakat tidak mengetahui itu. Pokoknya sudah ada SKT dari pemerintah.
“Camat jangan buang badan dengan melempar kesalahan kepada camat terdahulu. Itu kesalahan fatal. Apakah sudah pasti dia lebih bagus dari camat terdahulu, itu belum tentu,” tegas Sembiring.
Rencana masyarakat menggelar unjuk rasa ke kantor camat dan kantor bupati Deli Serdang, menurut Sembiring, itu belum tentu menyelesaikan persoalan. Unjuk rasa barangkali pilihan terakhir jika tidak ada solusi terbaik.
Sebaiknya Muspika Kec. STM Hilir melakukan pembahasan secara mendalam untuk menemukan jalan keluar terbaik, sehingga tidak terjadi bentrok fisik di lapangan.
Sekali lagi, SKT Camat terdahulu sudah benar, sudah dipetakan dengan baik, hanya saja karena waktu itu muncul kelompok preman bayaran menguasai fisik, sehingga pendistribusian tanah berdasarkan pemetaan menghadapi kendala. Sulit sekali menyelesaikan kasus ini jika tidak memiliki landasan dasar surat. (RED)